Investasi Ruhani: Lafadz Hauqolah

Logo

Admin Ribath

Kontributor

Cetak

Investasi ruhani, secara sederhana dapat kita definisikan sebagai tabungan amal dalam aspek/wilayah ruhani. Bersifat, bernilai keruhanian. Sebagai sebuah contoh sekaligus pendekatannya, Maulana Arrazy Hasyim menyebutkan bahwa dzikir adalah bagian daripadanya. Peyebutan istilah sebagai investasi ruhani adalah karena yang memiliki hak untuk memberi syafaat nanti pada hari akhir adalah dzat yang dirinya, dalam setiap napasnya selalu mengingat Allah Swt. Kita titikfokuskan kalimat ini pada intinya, yaitu pada kata selalu mengingat Allah Swt. Istilah lainnya kita sebut dzikir. Namun, dzikir dalam penjelasan sini yang tidak hanya menyebut dengan lisan zahir, tetapi yang juga dzikir yang kalbupun ikut melafalkan. Yang ketika menyebutnya di lisan, kalbu ikut mengiringinya. Sembari memaknai, dengan penghayatan yang tulus. Begitu, idealnya.

Sebagai sebuah contoh, ketika seseorang telah masuk dalam dimensi dzikir yang penuh penghayatan tersebut, ia tidak lagi keheranan apabila mendapati seseorang menjadi mursyid hebat, menjadi wali yang hebat. Hal itu terjadi karena Allah yang mengangkatnya menjadi wali. Adalah Allah juga yang menghebatkannya.

Dalam sebuah riwayat, Maulana Arrazy Hasyim melanjutkan bahwa suatu hari Nabi Saw berkata kepada para sahabat, “maukah kamu wahai Abu Musa al-asy’ari dan para sahabat, kutunjukkan, aku ajarkan investasi-investasi surgawi?” Lalu sahabat bertanya, “apa itu ya, Rasulullah?” Lalu Rasulullah Saw mengatakan, “(kalimat) lahaula wala quwwata illa billah.”

Kalimat pengakuan dan penegasan bahwa seorang hamba tidak akan memiliki daya, tiada upaya, kecuali dengan bantuan Allah. Makna dan penghayatan terhadap kalimat tersebut seyogianya seorang hamba menerapkan ke dalam kehidupan. Jika setiap hari seorang hamba hidup dengan rasa dan penghayatan total dalam kalimah ini, maka ia menjadi orang yang paling kuat. Orang yang paling tangguh di dunia. Itulah sebabnya ketika ada seorang Kiyai (tokoh agama) berdoa, doanya menjadi mustajab. Sebab ia hidup dalam lingkup investasi ruhani ini: keadaan diri yang tidak lagi merasa mampu dan kuasa.

Dzikir Sebagai Senjata

Dzikir kepada Allah adalah senjata murid, lanjut beliau. Apabila kita sudah mendapatkan penggetahuan tentang teknik dan rangkaian-rangkaiannya, maka ia akan menjadi senjata. Masing-masing dari kita mungkin sudah bertemu dengan mursyid atau guru tarekat, tetapi yang menjadi kendala adalah karena kurang mengasah dan mengamalkan dzikirnya. Bila kita analogikan dengan sebuah pisau, mungkin ia tumpul karena kurang kita asah. Atau, sudah kita asah dan menjadi tajam, tapi kurang kita latih. Akhirnya pisau tersebut tidak berfungsi, tidak bermanfaat.

Atau, pisau tersebut sudah kita asah hingga tajam tapi disalahgunakan. Disalahfungsikan. Sang pemegang pisau tidak bijak memegang senjatanya, atau pisau tersebut ada dalam tangan orang yang salah. Pisau yang dipegang oleh seorang koki tentu berbeda dengan nasib pisau yang dipegang oleh seorang pembunuh.

Pentingnya Menjaga Niat Dzikir

Dari analogi ini kita belajar bahwa kesalahan fatalnya bukan dari pisaunya, tapi si pemegang pisau. Seringkali kita lupa dengan niat awal berdzikir. Bahkan lupa dengan tujuan pokok, tujuan murni berdzikir. Lebih fatal lagi apabila kealpaan yang terus terulangi tanpa adanya kesadaran ini ternyata telah menyebar, mengendap dalam alam bawah sadar: menjadi dzikir yang dibatasi oleh rasa “ingin dan tidak ingin”, yang bermula dari sisi nafsiyah (ego diri) yang tak terkontrol. Oleh karenanya, dalam bab dzikir, secara hakikat, melupakan tujuan dan kiblat hati dalam berdzikir (yang semestinya hanya untuk Allah) termasuk dalam sebuah dosa.

Dalam sisi lain, Maulana Arrazy Hasyim menganalogikan apabila seseorang tidak memiliki senjata, tidak punya alat untuk mengasahnya, Nabi Saw sudah lebih dulu menunjukkan jalan pintas untuk menambah pembendaharaan ruhani tersebut, yaitu laa haula wa laa quwwata illa billah. Inilah pembendaharaan surga. Bukan terletak pada lafazdnya, tetapi pada esensi, rasa dan penghayatan makna ketika melafalkannya. Berserah diri total kepada Allah, yang dalam istilah lainnya adalah me-nol-kan diri. Menihilkan diri kepada dan terhadap-Nya. Maka insyaallah keberanian itu akan muncul tak terduga. Sebab Allah-lah yang Maha Memiliki Senjata meski kita tak bersenjata.

Lafadz tadi, dengan izinNya, akan menjadi senjata yang dahsyat untuk memerangi hasutan-hasutan dalam hati kita apabila kita hayati betul ketika menyebutkannya. Menafikan diri dari rasa merasa bisa, merasa mampu, merasa berdaya, dan seterusnya dan lain-lain.

Baca Lainnya Refleksi Beragama dalam Keberagaman: Dakwah Pembuka Buya Arrazy di Pontianak

Mengenal Sang Penguasa

Maulana Arrazy Hasyim meneruskan analogi tersebut dengan memberi penyegaran bahwa apabila kita tidak memiliki pasukan, tidak memiliki senjata, tetapi kita memiliki aset (yang mana aset tersebut kita istilahkan sebagai sebuah ilmu), maka teranglah bawa ilmu mengenal adalah aset terbesar. Ilmu, pengetahuan, dan informasi adalah tiga hal yang saling bertautan. Karena mengenal yang Maha Memiliki Senjata adalah senjata terbaik. Mengenal Sang Penguasa yang memiliki, mengurus wilayah dzahirbathin. Mengenal yang menguasai yang tampak dan yang ghaib.

Beliau melanjutkan dengan sebuah cerita. Suatu kali ketika Nabi Saw sedang berperang, beliau bersandar pada sebuah pohon. Biasanya para sahabat mengawal beliau, tetapi kali ini para sahabat bahkan sedang tak mampu untuk mengawal dirinya sendiri. Pada saat itu, baik para sahabat maupun Rasulullah Saw tiba-tiba tertidur. Pada saat bersamaan, ada seorang musuh yang menyelinap masuk menodongkan pisau tepat di leher Baginda Saw. Ia bertanya dengan nada mengancam, “Hai, Muhammad! Siapa yang menjagamu dari senjata ini?” Rasulullah Saw kemudian menjawab tak gentar, “Allah”.

Kemudian si penyusup tersebut bertanya lagi sampai ketiga kalinya, dan Rasulullah Saw menjawab dengan jawaban dan kedalaman penghayatan yang sama yaitu, “Allah”. Musuh tersebut akhirnya terjatuh. Dari yang awalnya merasa lemas, kemudian semakin lemas, sampai terjatuh. Seperti ada yang menghentaknya dengan keras. Padahal Rasulullah Saw hanya menjawabnya dengan satu kata, yaitu “Allah”. Tetapi kata tersebut bukanlah sembarang kata. Ia adalah Kata yang Agung. Hal bisa terjadi karena dzikir bagi Rasulullah sudah menjadi investasi ruhani

Dzikir Napas

Ada suatu rahasia dari pemaparan Maulana Arrazy Hasyim bahwa ketika itu Rasulullah menjawab dengan dzikir napas (yang mana dzikir ini memiliki teknik tersendiri. Harus berada dalam bimbingan seorang Mursyid). Ketika Rasulullah Saw menyebut nama-Nya, kekasih-Nya, saat seseorang yang setiap napas naik-turunnya selalu menyebut dan mengingat-Nya, ketika dzikir tersebut meresap dalam aliran darahnya, maka inilah yang akan terjadi: dzikir menjadi senjata. Menjadi sebentuk  investasi.

Kemudian, beliau, Maulana Arrazy Hasyim menyebutkan bahwa dalam sebuah riwayat, apabila kita melewati taman-taman surga, maka petiklah! Terkait dengan ini, Maulana Arrazy Hayim men-sarikan sekaligus memesankan bahwa apabila kita duduk di majelis ilmu, seraplah ilmunya. Apabila di majelis dzikir, ikutlah berdzikir di dalamnya. Apabila di majelis salawat, ikutlah bersalawat bersamanya. Itulah makna dari “menyicipi” taman-taman surga. Dan taman surga yang sejati ada pada diri orang yang berdzikir.

Terkait dengan ini, beliau menambahkan bahwa orang yang berlindung kepada-Nya, adalah indikasi dari orang yang sedang menolkan diri di hadapan-Nya. Lafadz ta’awudz (a’uudzubillaahi minassyaitaanirrajiim)dan hauqolah (laahaula walaa quwwata illaa billaa hil ‘aliyyil ‘adziim) adalah kalimah permohonan dan perlindungan, satu-kesatuan, tali-temali, saling berketerikatan, berkesinambungan. Paket komplit untuk menolkan diri oleh sebab ketidakberdayaan sebagai bentuk penafian diri dari merasa mampu melakukan dan atau tidak melakukan sesuatu. Maulana Arrazy Hasyim menambahkan bahwa lafadz hauqolah ini telah masuk ke dalam sirr Rasulullah Saw sehingga Baginda Nabi Saw selalu bergerak dengan kehati-hatian, mengikuti isyarat, gerak/kehendak Allah Swt dengan penuh ketundukan dan kepatuhan, yang utamanya adalah atas dasar cinta.

Selengkapnya bisa saksikan kajian beliau di Investasi Ruhani Hamba Allah

Share

Sign Up Newsletter

Dapatkan informasi, berita dan konten terbaru RNH hanya untuk Sahabth, di sini

Terkait

Join our newsletter and get 20% discount
Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue