Ngalap Berkah dengan Tabarruk

Oleh Putri Naomi

Jamaah Ribath Indonesia

Cetak
Tabaruk

Istilah tabarruk alias ngalap berkah seringkali menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Sebagian berpendapat bahwa ber-tabarruk hukumnya boleh sebagai bentuk penghormatan dan bertujuan untuk mencari keberkahan. Namun, sebagian lainnya melarang keras hal tersebut karena beranggapan bahwa tabarruk sama seperti perbuatan syirik.

Dalam kajian “Mana Dalilnya“ seri ke-6 dan kajian kitab Mafahim Yajibu an Tushahhah karya Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki tentang hakikat tabarruk, Buya Yunal Isra mengupas dengan rinci apa makna, hakikat, serta dalil-dalil  ber-tabarruk.

Apa itu Tabarruk?

Secara bahasa tabarruk berarti bertambah, berkembang. Tabarruk adalah kegiatan mencari berkah atau mencari tetapnya kebaikan yang Allah anugerahkan terhadap sesuatu.

Istilah tabarruk ini bukanlah suatu hal yang baru (bid’ah), karena di dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman bahwa Dia memberikan anugerah keberkahan pada makhluk pilihan-Nya.

Hal ini dapat kita temukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an sebagai kitab yang penuh keberkahan (QS. Al-An’am: 92), keberkahan yang Allah berikan kepada Nabi Isa as. (QS. Maryam: 31), keberkahan suatu tempat seperti kota Mekkah (QS. Ali Imran: 96), juga keberkahan pada suatu benda seperti air hujan (QS. Qaf: 9).

Kita dapat dengan tegas menyatakan bahwa tabarruk tidak dimaksudkan sebagai bentuk penyembahan kepada orang-orang yang sudah wafat atau kepada benda-benda sehingga dapat memberikan manfaat atau mudarat. Namun, tabarruk sejatinya adalah mengambil keberkahan kebaikan yang sudah Allah titipkan pada benda, makam, atau pun orang-orang shaleh. Hal itu dilakukan karena Allah Swt. mencintai mereka. Tabarruk adalah syariat karena Nabi Muhammad ﷺ sendiri yang melakukannya.

Dalil dan Praktik Tabarruk

1. Dalil Al-Qur’an

Tatkala Nabi Yusuf as. mendengar kabar dari saudara-saudaranya, bahwa sang ayah Nabi Ya’qub as. mengalami kebutaan, dia berkata:

اِذْهَبُوْا بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَاَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ اَبِيْ يَأْتِ بَصِيْرًاۚ وَأْتُوْنِيْ بِاَهْلِكُمْ اَجْمَعِيْنَࣖ ۝٩٣

Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat (kembali); dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku (QS. Yusuf : 93).

2. Praktik Para Sahabat

Bukan hanya ulama salaf, para sahabat yang berjumpa langsung dengan Nabi Muhammad ﷺ pun ber-tabarruk. Hal-hal tersebut terekam dalam hadis-hadis di antaranya:

  • Tabarruk dengan Hajar Aswad : “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya, Umar bin Khattab kemudian berkata (kepada Hajar Aswad), ‘Sungguh aku tahu bahwa kau hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi saw menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!” (HR Bukhari).
  • Tabarruk dengan Rambut Nabi ﷺ: “Sungguh aku melihat Rasulullah ﷺ bersama tukang cukur yang mencukur rambutnya sementara para shahabatnya mengelilinginya, mereka tidak ingin rambut beliau sehelaipun jatuh kecuali ditangkap tangan salah seorang (dari mereka)“ (HR. Muslim).
  • Tabarruk dengan Ludah dan Bekas Air Wudhu Nabi ﷺ: “Demi Allah, tidak pernah aku melihat raja yang diagungkan sebagaimana pengagungan para sahabat Nabi kepada Muhammad ﷺ. Demi Allah, tidaklah Rasulullah ﷺ meludah, kecuali pasti akan jatuh di telapak tangan salah seorang dari sahabatnya, kemudian orang itu pun menggosokkan ludah Nabi kepada wajah dan kulitnya. Dan bila Nabi memberi suatu perintah kepada mereka, mereka pun bergegas melaksanakan perintah Beliau. Dan apabila Beliau hendak berwudhu’, para sahabat hampir berkelahi karena berebut sisa wudhu Nabi. Bila Nabi berbicara, mereka merendahkan suara mereka di hadapan Nabi. Dan mereka tidak pernah menajamkan pandangan kepada Nabi, sebagai bentuk pengagungan mereka terhadap Nabi” (HR. Al-Bukhari).
  • Tabarruk dengan Keringat Nabi : “Nabi ﷺ pernah datang ke rumah Ummu Sulaim untuk tidur siang di sana. Maka Ummu Sulaim pun menghamparkan karpet kulit agar Nabi tidur di atasnya. Ternyata Nabi ﷺ ketika tidur beliau banyak berkeringat. Ummu Sulaim pun mengumpulkan keringat beliau dan memasukkannya ke dalam tempat minyak wangi dan botol-botol. Lalu Nabi ﷺ bertanya: “Wahai Ummu Sulaim, Apa ini?”. Ummu Sulaim menjawab: “Ini adalah keringatmu yang aku campur dengan minyak wangiku” (HR. Muslim).
  • Tabarruk dengan Pakaian Nabi : “Diperlihatkan kepadaku sebuah jubah Thayalisah dari Kisra yang kerahnya berbahan dibaj, juga kedua sisinya dijahit dengan dibaj. Asma’ berkata kepada budaknya: “Wahai Abdullah, jubah ini dahulu ada pada Aisyah hingga ia wafat. Setelah Aisyah wafat, aku pun mengambilnya. Dahulu Rasulullah ﷺ sering memakai jubah ini. Kami pun biasa mencuci jubah ini dengan air untuk menyembuhkan orang yang sakit” (HR. Muslim).

3.     Tabarruk di Kalangan Ulama

Para ulama yang hidup di masa-masa berikutnya juga ber-tabarruk. Mereka ber-tabarruk dengan benda-benda peninggalan ulama lainnya dan benda-benda mulia peninggalan Rasulullah ﷺ. Mereka bahkan ber-tabarruk dengan kuburan.

Imam Ahmad bin Hanbal, salah satu imam mazhab terkenal dan merupakan murid Imam Syafi’i, berpendapat bahwa ber-tabarruk dengan makam Rasulullah ﷺ atau makam para wali hukumnya boleh, bahkan boleh menyentuh dan menciumnya.

Menariknya, Imam Syafi’i juga ber-tabarruk dengan jubah Imam Ahmad bin Hanbal yang tak lain adalah muridnya sendiri. Ketika diberikan jubah Imam Ahmad bin Hanbal melalui perantara seorang murid, Imam Syafi’i tidak berkeinginan untuk mengambil jubah tersebut. Beliau meminta muridnya untuk mencuci pakaian tersebut dan hanya mengambil air bekas cuciannya untuk dirinya.

Simpulan

Dari berbagai dalil dan praktik tabarruk yang telah dipaparakan, jelaslah bahwa tabarruk bukan praktik kesyirikan. Melainkan sesuatu yang memiliki dasar dalam ajaran Islam. Rasulullah ﷺ, para Sahabat, dan para ulama telah mempraktikkannya.

Oleh karena itu, tidak seharusnya seseorang dengan mudah menuduh syirik kepada orang yang mengamalkan tabarruk, terutama jika memiliki niat yang benar dan tetap dalam koridor tauhid. Perlu ditekankan juga bahwa tabarruk tidak hanya terbatas pada benda-benda peninggalan Nabi ﷺ saja, namun juga bisa kepada para ulama, orang shaleh, atau bahkan pada tempat yang di sana sering dilakukan ibadah.

Mencari keberkahan dari sesuatu yang telah dimuliakan oleh Allah adalah bagian dari kecintaan kepada Rasulullah ﷺ dan para pewarisnya. Semoga pemahaman yang benar mengenai tabarruk dapat semakin meluruskan kesalahpahaman yang ada di masyarakat.

Mau berkontribusi ?

Apa saja bentuk karya yang bisa dikirimkan?

Sahabath bisa berkontribusi dengan mengirimkan tulisan berupa: artikel, ringkasan kajian, puisi atau lainnya (mengikuti konfirmasi lanjutan dari redaksi)

  1. Kontributor mengirimkan karya dalam bentuk Microsoft Word / Link Google Doc (pastikan link dapat dibuka) ke email maktabah.nouraniyyah@gmail.com atau no. whatsapp 089508082256
  2. Kontirbutor menyertakan data berikut:
    – Nama kontributor
    – Alamat
    – kontak
  3. Kontirbutor mendapat konfirmasi jika karya diterbitkan

Tags

Bagikan

Sign Up Newsletter

Dapatkan informasi, berita dan konten terbaru RNH hanya untuk Sahabth, di sini

Terkait

Join our newsletter and get 20% discount
Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue